MPBI DIY Dorong BPS Libatkan Serikat Buruh dalam Survei Kebutuhan Hidup Layak

Yogyakarta, suarapasar.com – Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar audiensi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) DIY untuk memperkuat kerja sama strategis dalam penyediaan data objektif dan partisipatif. Langkah ini bertujuan menciptakan dasar kebijakan ketenagakerjaan yang adil dan berlandaskan hak asasi manusia.

Dalam pertemuan tersebut, MPBI DIY menegaskan dua tujuan utama. Pertama, menjalin kemitraan dengan BPS DIY guna memperoleh data yang akurat, independen, dan dapat digunakan sebagai dasar advokasi kesejahteraan buruh, termasuk isu upah layak, perumahan, pendidikan, kesehatan, serta jaminan sosial. MPBI menekankan bahwa kebijakan publik yang menyangkut kehidupan pekerja tidak boleh disusun berdasarkan asumsi atau tekanan politik, melainkan harus bertumpu pada data faktual yang menggambarkan kondisi riil buruh.

Kedua, MPBI mendorong BPS DIY agar aktif melaksanakan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) secara rutin, transparan, dan partisipatif dengan melibatkan serikat buruh, akademisi, serta berbagai pemangku kepentingan. Survei tersebut dinilai penting untuk memastikan penetapan upah minimum benar-benar mencerminkan biaya hidup nyata masyarakat pekerja di wilayah DIY.

Dalam kesempatan itu, MPBI DIY juga memaparkan hasil Survei KHL Tahun 2025 yang dilakukan secara mandiri di seluruh kabupaten dan kota. Berdasarkan survei tersebut, kebutuhan hidup layak bagi pekerja di DIY berada pada kisaran Rp 3,6 juta hingga Rp 4,4 juta per bulan, dengan angka tertinggi di Kota Yogyakarta dan terendah di Kabupaten Gunungkidul. Angka ini jauh di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) DIY tahun 2025.

Data tersebut menunjukkan adanya kesenjangan besar antara kebijakan upah pemerintah dan kondisi riil kehidupan buruh. MPBI menilai situasi ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak buruh untuk hidup layak sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, serta berbagai konvensi ILO terkait hak ekonomi dan sosial.

MPBI DIY menyampaikan tiga tuntutan utama kepada pemerintah:

  1. Pemerintah harus menetapkan UMP dan UMK DIY Tahun 2026 berdasarkan hasil survei KHL yang dilakukan MPBI DIY, bukan sekadar mengikuti formula administratif yang membatasi kenaikan upah.
  2. Pemerintah tidak boleh menetapkan formula upah yang menghambat tercapainya standar hidup layak bagi buruh, sebab kebijakan demikian merupakan bentuk ketidakadilan struktural.
  3. Pemerintah harus segera menetapkan payung hukum yang memberi mandat kepada BPS untuk melaksanakan survei KHL secara resmi dan partisipatif bersama serikat buruh serta pemangku kepentingan lainnya.

MPBI menegaskan bahwa perjuangan menuntut upah layak bukan sekadar persoalan nominal, tetapi menyangkut martabat manusia dan hak atas kehidupan yang bermartabat. Negara, menurut MPBI, wajib hadir memastikan kesejahteraan buruh, bukan hanya menjaga stabilitas ekonomi yang semu.

MPBI menyerukan dukungan dari masyarakat, akademisi, dan lembaga publik untuk bersama memperjuangkan hak-hak buruh atas kehidupan yang layak dan berkeadilan. “Kesejahteraan pekerja adalah fondasi utama bagi pembangunan yang manusiawi dan berkeadilan sosial,” tegas MPBI DIY.(prg,wur)

Yogyakarta, 28 Oktober 2025
Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsyad Ade Irawan