Umbulharjo, suarapasar.com – Pemerintah Kota Yogyakarta mewajibkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) mengenakan Batik Segoro Amarto Reborn sebagai pakaian dinas harian setiap hari Selasa. Penggunaan perdana batik khas ini dimulai pada 7 Oktober 2025, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-269 Kota Yogyakarta. Kebijakan ini tidak hanya menjadi simbol identitas daerah, tetapi juga bagian dari upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui Koperasi Kelurahan Merah Putih.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menyampaikan apresiasi kepada seluruh koperasi yang telah berperan dalam memproduksi Batik Segoro Amarto Reborn. Ia menilai, batik hasil karya masyarakat Yogyakarta ini memiliki makna mendalam karena menjadi wujud nyata gerakan bela dan beli produk lokal.
“Kita deklarasikan bahwa sejak tanggal 7 Oktober sebagai Hari Jadi Kota Yogyakarta kita tandai menggunakan batik baru yaitu Segoro Amarto Reborn. Insya Allah batik yang membawa berkah,” ujar Hasto saat kegiatan Temu Kemitraan Koperasi Kelurahan Merah Putih dan penanda penggunaan Batik Segoro Amarto, di Balai Kota Yogyakarta, Senin (6/10/2025).
Hasto menjelaskan, di balik pemakaian seragam ini terdapat peran UMKM dan kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang kini ikut memproduksi batik melalui delapan koperasi. “Masyarakat Yogya bisa ngecap sendiri batiknya, sehingga kita bisa bela dan beli produk sendiri dan bisa gandeng gendong dengan Batik Segoro Amarto,” paparnya seperti dikutip dari laman Pemerintah Kota Yogyakarta.
Sedikitnya 6.500 ASN Pemkot Yogyakarta diwajibkan mengenakan batik ini setiap Selasa. Ke depan, kebijakan serupa juga akan diterapkan bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) serta 65.000 pelajar di Kota Yogyakarta secara bertahap.
“Hari Jadi Kota Yogya kita tandai dengan hal baru, bukan pesta yang cepat usai. Melalui batik ini Insya Allah Hari Jadi Kota Yogya menjadi berkah untuk masyarakat,” tambah Hasto.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi, dan UKM Kota Yogyakarta, Tri Karyadi Riyanto Nugroho, menjelaskan bahwa Batik Segoro Amarto Reborn diproduksi oleh enam Koperasi Kelurahan Merah Putih dan dua koperasi batik non-Merah Putih, melibatkan 167 pengrajin dan 137 tenaga kerja, di antaranya 47 orang penerima Kartu Menuju Sejahtera (KMS) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
“Batik tidak sekadar kain bermotif, tapi simbol nilai istimewa Kota Yogyakarta yang bisa menggerakkan ekonomi rakyat,” tegasnya.
Ke depan, Tri Karyadi menambahkan, penggunaan Batik Segoro Amarto di sekolah akan diawali dengan edukasi batik, agar siswa memahami nilai dan proses pembuatannya.
Salah satu koperasi penghasil batik, Koperasi Merah Putih Kelurahan Gunungketur, disebut telah memproduksi 320 dari 460 lembar pesanan dan melibatkan 36 pengrajin, sebagian besar ibu rumah tangga.
“Modal awal kami dari patungan pengurus, dan setiap pesanan kami gunakan uang muka untuk membayar tenaga kerja. Ini bentuk pemberdayaan nyata,” ujar Reza Murtaza, Ketua Koperasi Merah Putih Gunungketur.(prg,wur)







