Yogyakarta, suarapasar.com – Peristiwa tragis yang menewaskan seorang pengemudi ojek online (ojol) setelah terlindas mobil Brimob pada Kamis (28/8) menimbulkan pertanyaan serius mengenai tanggung jawab negara dalam melindungi warganya. Dari sudut pandang hukum tata negara, kasus ini tidak sekadar ranah pidana, tetapi juga menyangkut prinsip fundamental negara hukum sebagaimana termaktub dalam UUD 1945.
Biantara Albab, S.H., M.Si., pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), menegaskan pentingnya merujuk pada konstitusi. Ia menekankan amanat Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan Indonesia adalah negara hukum, sehingga tidak ada pihak mana pun yang boleh bertindak di luar kerangka hukum.
“Artinya, siapapun ketika melakukan tindakan tertentu harus berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Jika melakukan pelanggaran, tentu ada konsekuensinya. Prinsip ini seharusnya menjadi fondasi, terlebih bagi aparat negara yang diberi wewenang oleh konstitusi untuk melindungi dan melayani rakyat,” tegas dosen Fakultas Hukum UMY ini saat diwawancarai, Jumat (29/8) seperti dikutip dari laman Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Menurutnya, tragedi tersebut juga menyangkut dimensi Hak Asasi Manusia (HAM). Pasal 28 UUD 1945 menjamin hak hidup warga negara, sementara Pasal 30 menegaskan tugas polisi untuk melindungi masyarakat. Namun, realita di lapangan menunjukkan hal yang sebaliknya ketika masyarakat menjalankan hak konstitusionalnya.
Bian menilai kasus ini membuka persoalan akuntabilitas institusi negara, khususnya Polri. Prinsip equality before the law harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
“Pemerintah harus membuka seluruh proses hukum dari awal hingga akhir secara transparan kepada publik. Penanganan kasus harus imparsial, tanpa keberpihakan, dan tidak boleh melindungi aparat hanya karena statusnya sebagai bagian dari institusi negara. Selain itu, akses keadilan bagi korban maupun keluarga harus benar-benar terjamin, baik secara hukum maupun sosial,” ujarnya.
Ia menambahkan, penanganan hukum tidak boleh berhenti pada sanksi kode etik atau disiplin internal.
“Harapan saya, kejadian ini tidak ditindak sebatas persoalan kode etik, tetapi juga diproses pidana. Apakah masuk pasal pembunuhan, kelalaian, atau pasal lain, yang terpenting jangan berhenti di ranah profesi kepolisian. Dengan begitu, penegakan hukum di Indonesia bukan hanya menyentuh kelembagaan, tetapi juga menjawab rasa keadilan masyarakat luas,” jelasnya.
Sebagai penutup, Bian menekankan bahwa negara wajib hadir menjamin keadilan bagi semua warganya.
“Negara harus melindungi rakyatnya, karena itu dijamin dalam UUD 1945. Negara wajib hadir memberikan keadilan tanpa pandang bulu. Setiap orang setara di hadapan hukum, sehingga tidak boleh ada perbedaan antara aparat dan masyarakat biasa,” tutupnya.(prg,wur)





