Yogyakarta, 30 Oktober 2025, suarapasar.com — Sejumlah pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menegaskan bahwa isu pencampuran etanol 10 persen (E10) dalam bahan bakar Pertalite yang disebut-sebut menyebabkan motor brebet dan mogok massal di sejumlah daerah di Jawa Timur tidak benar alias hoaks.
Pakar ekonomi energi UGM, Fahmy Radhi, menyatakan bahwa saat ini BBM yang mengandung etanol adalah Pertamax Green, bukan Pertalite. “Saya rasa nggak benar ya. Jadi yang sekarang ini itu menggunakan E5 sebenarnya bukan Pertalite, tapi Pertamax Green dengan campuran etanol 5 persen. Rencananya akan naik jadi 10 persen. Pertalite saya kira tidak (menggunakan etanol),” tegas Fahmy dalam Diskusi Publik “1 Tahun Prabowo–Gibran: Sudah Berdaulatkah Kita Dalam Energi?” di Yogyakarta, Rabu (30/10).
Fahmy menambahkan, dugaan adanya pencampuran bahan lain pada Pertalite hingga menyebabkan kerusakan mesin belum terbukti secara ilmiah dan perlu diuji laboratorium. Ia mendukung langkah pemerintah untuk mengembangkan bahan bakar dengan etanol (E10) menuju energi bersih, namun meminta agar konsumen tetap memiliki pilihan BBM non-etanol.
“Saya mendukung E10, tapi jangan diwajibkan semua BBM dicampur etanol. Jangan sampai konsumen tidak punya pilihan,” ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar Kebijakan Publik UGM Prof. Wahyudi Kumorotomo menilai isu tersebut sengaja digoreng oleh pihak-pihak yang merasa kepentingannya terganggu, termasuk dugaan keterlibatan mafia migas.
“Saya melihat kemungkinan besar itu ada orang-orang yang merasa diganggu kepentingannya di antara mafia gas atau mafia minyak, itu yang kemudian melawan balik. Mereka bisa mengerahkan buzzer, membayar miliaran sehari juga kuat,” ungkapnya.
Menurut Wahyudi, pemerintah harus cepat menanggapi isu semacam ini sebelum berkembang liar di masyarakat. Ia menilai Kementerian Kominfo memiliki instrumen yang bisa digunakan untuk melawan penyebaran hoaks, termasuk dengan menutup IP penyebar isu.
Senada, Dr. Rudy Badrudin dari STIE YKPN Yogyakarta juga menyebut belum ada bukti ilmiah bahwa Pertalite menjadi penyebab motor mogok. Ia menilai fenomena tersebut bisa bersifat lokal dan memerlukan investigasi teknis lebih lanjut. “Apakah karena disebabkan oleh BBM-nya atau memang aspek yang lain? Barangkali motornya dan seterusnya,” ujarnya.
Rudy juga mendukung langkah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang menurunkan tim investigasi ke lapangan. Menurutnya, respons cepat ini penting untuk menjaga kepercayaan publik. “Kalau nggak direspons, nanti akhirnya menjadi bumerang bagi masyarakat sendiri untuk tidak mengkonsumsi BBM dari Pertamina,” tambahnya.
Sebelumnya, media sosial diramaikan oleh laporan warga di Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan yang motornya mogok massal setelah mengisi Pertalite. Pertamina telah mengambil sampel dari Fuel Terminal Tuban untuk diuji di laboratorium guna memastikan spesifikasi Pertalite masih sesuai standar mutu nasional.
Pertamina memastikan pasokan BBM di wilayah Jawa Timur tetap aman dan meminta masyarakat tetap tenang, menggunakan BBM secara bijak, serta melapor ke saluran resmi jika menemukan kendala.(prg,wur)








