Bantul, suarapasar.com – Pembangunan Jembatan Pandansimo yang menghubungkan Bantul dan Kulon Progo dinilai menjadi tonggak baru penggerak ekonomi di kawasan selatan DIY. Dengan nilai investasi mencapai Rp863,7 miliar dari APBN, infrastruktur strategis ini diharapkan mempercepat arus barang, jasa, serta mobilitas masyarakat yang selama ini terkendala oleh Sungai Progo.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), meninjau langsung tahap akhir pembangunan jembatan bersama Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Kamis (09/10). Keduanya turut didampingi Bupati Bantul Abdul Halim Muslih serta pejabat Kementerian PUPR.
“Jembatan ini memiliki nilai strategis, berada di Bantul, DIY, dikerjakan sejak November 2023, dan tahun ini sudah siap, Insya Allah dan mudah-mudahan bisa segera diresmikan,” ujar Menteri AHY.
Jembatan sepanjang 2.300 meter dengan bentang utama 675 meter dan lebar rata-rata 24 meter ini dikerjakan selama 579 hari sejak 17 November 2023 hingga 20 Juni 2025. Infrastruktur tersebut menghubungkan Desa Banaran, Galur, Kulon Progo, dengan Desa Poncosari, Srandakan, Bantul.
Sebelumnya, ruas Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS) antara Congot–Ngremang dan Pandansimo–Samas terpisah oleh Sungai Progo, sehingga waktu tempuh mencapai 30 menit. Kehadiran jembatan ini berdasarkan studi kelayakan tahun 2017 diprediksi mampu menurunkan biaya operasi kendaraan hingga 13,11% atau Rp1,4 triliun per tahun dan mempersingkat waktu perjalanan 20 menit.
AHY menekankan, jembatan ini bukan hanya menjadi sarana transportasi, tetapi juga motor penggerak ekonomi regional. “Kita berharap dengan jembatan yang bukan hanya megah, tapi indah. Ini bisa meningkatkan konektivitas antarwilayah, mobilitas masyarakat, manusia, barang, dan jasa juga harusnya semakin efisien, mengurangi biaya mobilitas, biaya angkut, biaya produksi, waktunya berkurang, dan dengan demikian kita berharap ekonomi semakin tumbuh, dengan positif di wilayah ini, khususnya bagi masyarakat di Kabupaten Bantul dan sekitarnya,” ucapnya.
Selain memperkuat konektivitas, jembatan ini juga membuka akses pertanian seluas 2.164 hektare di Kecamatan Galur, mendukung produksi ribuan kuintal hasil pertanian dan perikanan. Infrastruktur tersebut diyakini akan menjadi dasar pengembangan multi-sektor mulai dari pertanian, logistik, hingga pariwisata.
Sri Sultan Hamengku Buwono X menambahkan, Jembatan Pandansimo diharapkan tidak hanya berfungsi sebagai penghubung wilayah, tetapi juga menjadi daya tarik wisata baru. “Saya punya harapan bagaimana orang melihat jembatan itu tidak sekadar hanya jembatan biasa asal lewat bisa lewat. Tapi juga bisa menikmati sesuatu menurut selera mereka,” ujarnya.
Ia menilai keberadaan jembatan ini akan memperkuat konektivitas destinasi wisata pantai selatan, memudahkan wisatawan menjangkau kawasan utama seperti Parangtritis tanpa harus memutar jauh.
“Ini kawasan laut, menjadi kawasan yang memang kita desain Tidak cukup jembatan di Kretek karena itu masih jauh dari Parangtritis, dari pantai. Sehingga kalau orang datang ke Parangtritis itu kembali ke utara kira-kira 2 km baru kembali ke selatan lagi. Tapi kalau ini langsung bisa masuk kawasan pantai Parangtritis kan gitu,” jelas Sri Sultan.

Gubernur DIY itu juga membeberkan rencana kolaborasi dengan pihak di Bali untuk menghadirkan atraksi wisata bahari baru seperti olahraga paraceling (parasailing). “Di kawasan ini kami sudah mencoba koordinasi dengan teman-teman di Bali. Tapi kalau di sini paraceling ya, itu yang bagus itu bulan Juni sampai Desember. Tapi kalau di Bali itu Januari sampai Juni,” katanya.
Dengan perbedaan arah angin antara Bali dan DIY, Sri Sultan berharap aktivitas wisata bahari dapat saling melengkapi. “Harapannya orang-orang asing itu, karena arah angin berubah, tidak bisa mereka melakukan aktivitas di Bali. Paraceling di Bali pindah ke sini untuk melanjutkan dari Juni sampai akhir tahun. Semoga ini juga berkembang, tidak sekadar jembatan ini hanya untuk lewat aja,” tutupnya.(prg,wur)







