Gereja Tertua GPIB Marga Mulya Siap Jadi Wisata Rohani di Kawasan Sumbu Filosofi

Yogyakarta (13/11/2025),  suarapasar.com – Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mendukung rencana renovasi Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Marga Mulya yang berlokasi di Jalan Margo Mulyo No. 5, Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta. Gereja peninggalan Belanda yang berdiri di kawasan Malioboro ini merupakan gereja tertua di Yogyakarta dan telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya peringkat provinsi. Ke depan, bangunan bersejarah ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai gereja wisata di kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Majelis Jemaat (KMJ) GPIB Marga Mulya Yogyakarta, Pdt. Jimmy Marcos Immanuel Sormin, usai bersilaturahmi dengan Sri Sultan di Gedhong Wilis, Kompleks Kepatihan Yogyakarta, pada Kamis (13/11/2025). Dalam pertemuan tersebut, pihak gereja memohon dukungan Pemda DIY terhadap upaya renovasi bangunan yang telah berusia lebih dari satu abad itu.

Menurut Pdt. Jimmy, Sri Sultan menyambut positif rencana tersebut dan memberikan arahan agar pihak gereja segera menindaklanjuti dengan surat resmi permohonan renovasi. “Puji Tuhan, sejak 1 Agustus lalu telah terbit Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 279 Tahun 2025 tentang Penetapan GPIB Marga Mulya sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Provinsi. Hal ini menjadi dasar kuat bagi kami untuk mengajukan bantuan dari Dana Keistimewaan,” ungkapnya.

Sebelumnya, status cagar budaya bagi GPIB Marga Mulya hanya berada pada tingkat kota dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan terbitnya SK Gubernur, status tersebut kini meningkat menjadi peringkat provinsi, sehingga membuka peluang lebih luas bagi dukungan pemeliharaan dan renovasi dari Pemda DIY.

Pdt. Jimmy menuturkan bahwa gereja bersejarah ini kini membutuhkan perhatian khusus mengingat kondisi fisiknya yang mulai lapuk. “Bangunannya sudah sangat tua, beberapa bagian mulai lapuk, dan berisiko mengalami kerusakan yang membahayakan. Kami berharap renovasi ini dapat menjaga kelestarian bangunan tanpa menghilangkan nilai sejarah dan arsitekturnya,” jelasnya.

Selain kondisi fisik, persoalan aksesibilitas menuju gereja juga menjadi perhatian. Kawasan sekitar gereja yang berada di jalur wisata Malioboro sering mengalami kemacetan dan masalah parkir liar, sehingga menyulitkan jemaat untuk beribadah. “Banyak warga atau umat akhirnya memilih beribadah secara daring atau ke gereja lain karena sulit mencari parkir di sekitar gereja,” ujar Pdt. Jimmy.

Meski demikian, pihak gereja optimistis bahwa semangat penataan kawasan Sumbu Filosofi akan membawa dampak positif bagi lingkungan sekitar. Pdt. Jimmy berharap agar area di sisi selatan gereja yang kini digunakan untuk parkir dan berjualan dapat ditata menjadi taman seperti kawasan Titik Nol Kilometer. “Jika ditata menjadi taman, kawasan ini akan semakin indah dan gereja bisa berfungsi sebagai destinasi wisata rohani dan sejarah,” tambahnya.

Ia juga mengungkapkan keinginan pihak gereja untuk menjadikan GPIB Marga Mulya sebagai ikon wisata religi di kawasan Malioboro. “Kami ingin gereja ini menjadi bagian dari rute wisata Sumbu Filosofi, seperti halnya Gereja Blenduk di Semarang yang menjadi daya tarik wisata sejarah. Gereja kami juga memiliki interior bersejarah yang sangat menarik untuk dikunjungi,” ujarnya.

Pdt. Jimmy menambahkan bahwa GPIB Marga Mulya sebenarnya telah lama dibuka untuk kunjungan wisatawan, namun kondisi bangunan yang lusuh dan keterbatasan lahan parkir membuat minat pengunjung belum optimal. “Padahal, di dalam gereja terdapat banyak peninggalan bersejarah seperti kursi kayu tua, mimbar antik, dan area yang sangat Instagramable,” katanya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa Pemda DIY akan menindaklanjuti permohonan renovasi tersebut melalui kajian teknis bersama tim gabungan antara Pemda DIY dan pihak gereja.

“Nantinya akan dibentuk tim gabungan antara Pemda DIY dan pihak gereja untuk melakukan asesmen, penyusunan perencanaan renovasi, hingga pelaksanaan pembangunan. Harapannya, upaya bersama ini dapat menjaga warisan budaya sekaligus mendukung pengembangan wisata sejarah dan rohani di Yogyakarta,” pungkasnya.(prg,wur)