Umbulharjo, suarapasar.com – Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) tengah memperkuat langkah pencegahan penyakit menular dengan menerapkan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR). Sistem ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah penyakit menular yang dapat mengancam kesehatan masyarakat di wilayah Kota Yogyakarta.
Ketua Tim Kerja Surveilans PD SIK Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Solikhin Dwi R, menjelaskan bahwa penerapan SKDR merupakan tindak lanjut dari kebijakan nasional Kementerian Kesehatan mengenai kewaspadaan dini terhadap penyakit menular.
“SKDR berfungsi sebagai deteksi dini terhadap ancaman penyakit menular yang berpotensi KLB atau wabah di Kota Yogyakarta,” ujarnya seperti dikutip dari laman Pemerintah Kota Yogyakarta.
Sistem ini memiliki fitur alert atau peringatan dini yang akan otomatis muncul di aplikasi ketika jumlah kasus penyakit melampaui ambang batas kewaspadaan. Setelah itu, tenaga medis akan memverifikasi peringatan tersebut dan melakukan respons cepat berupa penyelidikan epidemiologi serta pengendalian faktor risiko di lapangan.
Data SKDR bersumber dari laporan mingguan kunjungan pasien di puskesmas dan rumah sakit. Deteksi dilakukan berdasarkan gejala atau tanda-tanda kasus tersangka penyakit menular yang diklasifikasikan menggunakan diagnosis ICDX oleh tenaga medis. Meski begitu, pelacakan kasus masih terkendala, terutama terhadap wisatawan atau pelaku perjalanan luar negeri yang sulit diidentifikasi domisilinya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit PD SIK Dinkes Kota Yogyakarta, dr. Lana Unwanah, menambahkan bahwa ada 24 jenis penyakit menular yang menjadi fokus kewaspadaan karena berpotensi menimbulkan KLB.
“Beberapa di antaranya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD), Leptospirosis, Difteri, Campak, Pertusis, Hepatitis, COVID-19, Pneumonia, dan ISPA,” jelas Lana.
Tingginya mobilitas pengunjung dari berbagai daerah dan luar negeri turut meningkatkan risiko penularan.
“Seorang pengunjung dengan penyakit menular berpotensi menularkan secara langsung atau tidak langsung kepada masyarakat di Kota Yogyakarta,” ujarnya.
Untuk memperkuat implementasi SKDR, Dinkes membangun jejaring kewaspadaan dengan fasilitas pelayanan kesehatan (faskes). Pada tahap awal, sistem ini melibatkan 18 puskesmas di seluruh Kota Yogyakarta, dan tahap kedua mencakup 20 rumah sakit sebagai bagian dari sistem pelaporan dan analisis mingguan.
“Semakin lengkap dan tepat data yang diterima maka identifikasi dan analisis faktor risiko penyakit akan semakin berkualitas,” tambah Lana.
Ia menekankan, seluruh fasilitas kesehatan diharuskan membuat tren mingguan dari 24 penyakit potensial KLB untuk bahan analisis dan pengambilan keputusan cepat jika terjadi peningkatan kasus. Lana juga berharap penerapan SKDR dapat meningkatkan kesiapsiagaan faskes serta mendorong perubahan perilaku masyarakat agar lebih menjaga kebersihan lingkungan, memperkuat daya tahan tubuh, dan menerapkan hidup sehat.(prg,wur)








