Yogyakarta, suarapasar.com : Inpres No. 1/2025 tentang Efisiensi Anggaran berdampak luar biasa pada sektor industri pariwisata di DIY.
Ketua BPD PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono mengatakan akibat Inpres Nomor 1 tahun 2025 yang dikeluarkan pemerintah pusat tersebut tingkat hunian hotel di DIY mengalami penurunan signifikan. Bahkan saat ini keterisian hotel hanya 5 – 15 %.
“Penurunan 60%, sisanya hanya 40% dari tingkat hunian yang biasanya bisa mencapai 80 minim 70 itu sampai dengan 90 itu Januari. Kemudian Februari semakin turun juga dan Maret juga semakin merosot. Bahkan saat ini Maret ini tingkat huniannya hanya 5 sampai dengan 15% maksimal 20%. Ini rata-rata seluruh DIY bukan per-zona wilayah tapi seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk kedepannya bulan April Mei Juni Juli reservasi yang masuk itu di bawah 30%,” terang Deddy Pranowo Eryono pada Forum Diskusi Wartawan Unit DPRD DIY, Selasa, (25/3/2025).
Dengan kondisi yang ada, pendapatan yang terbatas pihak hotel pun harus melakukan efisiensi, terutama listrik, dan SDM karena dua hal ini menjadi beban operasional yang paling tinggi.
Dari sisi SDM, pengurangan tenaga kerja atau pun jam kerja sudah mulai dilakukan meski belum sampai pada tahap PHK.
“Pekerja casual yang ada sekarang sudah mulai tidak dipakai, yang bekerja kontrak yang habis masa kontraknya kita tidak memperpanjang dan juga adanya pengurangan jam kerja yang harus kita lakukan karena pendapatan kita yang turun signifikan. Untuk bisa bertahan maka itu yang harus kami lakukan,” kata Deddy.
Deddy menjelaskan kondisi saat ini jauh lebih buruk daripada saat pandemi COVID19 lalu. Saat pandemi, ketika tingkat hunian merosot karena pemberlakuan PPKM, namun masih ada berbagai bantuan operasional hotel dengan menggelar rapat-rapat di hotel dan adanya relaksasi pajak, listrik dll, bahkan ada bantuan sosial untuk para karyawan. Namun, saat ini, pihaknya belum mendapat bantuan apapun. Jika tidak ada perubahan kebijakan sesegera mungkin, PHK 5000 pekerja sektor perhotelan tidak dapat dihindari lagi.
“PHK itu sangat kami hindari tapi kalau itu terpaksa 3 bulan yang akan datang belum ada perbaikan situasi dan kondisi, ini yang harus kita lakukan dengan berat hati. perlu diketahui kebijakan ini dampak yang sangat luar biasa melebihi dari pandemi Mengapa saya sampaikan seperti itu karena pandemi pemerintah masih bisa membantu kami dengan adanya ASN stay cation di hotel-hotel kami , kemudian mengadakan rapat-rapat di hotel dan restoran kami dengan prosedur protokol kesehatan,” terang Deddy.
PHRI mendesak Inpres segera dicabut atau minimal direvisi agar industri hotel dan restoran bisa bergerak lagi.
“Kami penyumbang pajak daerah yang cukup besar, kami ingin solusi. Solusi yang kami ingin ajukan kepada pemerintah yang pertama seperti zaman pandemi kami mengharapkan ASN bisa staycation di hotel-hotel kami. Kemudian yang kedua ada rapat-rapat yang diselenggarakan di hotel-hotel yang ada dengan budget menyesuaikan,” imbuh Deddy.
Selain berdampak pada hotel restoran dan karyawannya, kebijakan efisiensi ini juga menimbulkan dampak ikutan yang dirasakan para pelaku UMKM yang selama ini memasok produk kebutuhan hotel dan restoran baik itu makanan maupun kerajinan souvenir.
“Dampaknya luas ke UMKM yang selama ini menjadi supplier hotel dan restoran. Tentu ke para pekerjanya mereka juga, ini harus segera ada solusi,” tandas Deddy.
Kepala Dinas Pariwisata DIY, Imam Pratanadi mengakui kondisi saat ini sangat memprihatinkan. Namun, pihaknya juga tidak bisa banyak membantu Dinas Pariwisata pun terdampak efisiensi sehingga tidak memiliki anggaran yang cukup untuk bergerak.
“Anggaran saat ini turun drastis, promosi saja hanya kegiatan penyusunan video dan promosi melalui media online. Strategi kita akan optimalkan promoai kegiatan agenda nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta, dan mencari peluang-peluang yang bisa mendatangkan wisatawan dan menginap di Yogyakarta,” katanya.
Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari mengatakan, selain dampak efisiensi industri pariwisata di DIY semakin terpuruk dengan adanya larangan study tour dari tiga propinsi, yakni Jawa Barat DKI dan Banten.
Harus ada terobosan dari pemerintah untuk membangkitkan sektor wisata yang menjadi leading sektor pembangunan ekonomi DIY ini.
“Harus ada terobosan karena pariwisata ini juga menjadi daya ungkit pariwisata pada sektor lain seperti perhotelan travel agent transportasi UMKM dan juga serapan tenaga kerja yang cukup signifikan. Jika pariwisata terganggu akan banyak sekali dampak ikutannya,” tuturnya. (Wds/drw)